Baca Jambi – Pemilihan Walikota Jambi masih 2 tahun lagi. Namun bara api politiknya sudah membumbung tinggi.
Masing-masing kandidat sudah mulai pasang kuda-kuda. Sebagian, bahkan sudah memainkan jurus maut agar target lawan keok sebelum bertanding.
Haji Abdul Rahman alias HAR adalah salahsatu kandidat Walikota Jambi yang kini dihajar jurus maut.
Nama baiknya diusik lewat proyek pembangunan RS Talang Banjar yang dibatalkan Kemenkes RI. Ia didemo dan dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Pengamat Politik, Dr Dedek Kusnadi MSi MM berpandangan, demokrasi membuka ruang bagi siapa saja untuk ikut berkontestasi menjadi kepala daerah.
Siapa saja, entah berasal dari latar belakang etnis ataupun agama tertentu memiliki kesempatan yang sama untuk berkontestasi.
Untuk menang, seringkali kandidat menggunakan cara kotor dengan merusak reputasi lawan supaya target ditinggal pemilih.
“Hal itu memungkinkan terjadi, boleh jadi kondisi inilah yang sedang menimpa Haji Rahman. Dia dijegal sebelum bertanding,” kata Dr Dedek Kusnadi.
Meski hal itu lazim terjadi di Pilkada, Dr Dedek berharap kondisi itu tidak terjadi di Pilwako Jambi.
Ia berharap masing-masing kandidat menahan diri dengan berkontestasi secara sehat. Rebut suara rakyat lewat adu ide dan gagasan. Bukan saling mengumbar keburukan.
“Kalau mau dicari keburukannya, semua orang punya cacat kok,” ujar Dr Dedek.
Mengenai kasus Graha Lansia yang membelit nama Rahman, akademisi asal UIN Jambi itu punya pandangan berbeda.
Menurutnya, Rahman sebagai kontraktor adalah orang yang justru paling dirugikan. Ketika perintah pembatalan datang dari Kemenkes, Rahman bergegas mengembalikan uang mukanya ke kas daerah utuh 100 persen.
Padahal, ia sudah keluar biaya untuk membangun pondasi. Nilainya tidak sedikit. Karena itu, Rahman mengalami kerugian yang berlipat-lipat.
Selain itu, sebagai pihak ketiga, dia hanya melaksanakan program yang telah direncanakan pemerintah.
“Kalau mau disalahkan, mestinya Kemenkes juga salah. Kenapa perintah pembatalan gak diturunkan jauh-jauh hari?,” kata Dr Dedek.
Dr Dedek lalu mencontohkan kasus proyek senilai Rp2 Miliar di kawasan Tanggo Rajo yang juga sempat dipending ditengah jalan. Padahal, progres proyeknya sudah berjalan.
“Memang di 2 kasus ini terdapat kelemahan dalam proses perencanaan. Tapi, itu bukan semata kesalahan si kontraktor yang mengerjakan. Saya kira kontraktor dalam hal ini justru paling dirugikan,” katanya.
Dr Dedek percaya kepolisian akan bersikap profesional. Mereka tidak akan terseret dalam masalah politik, yang kini sedang dihadapi Rahman.
“Saya kira masalah Pak Rahman ini murni persoalan politik. Dan saya berpandangan politik saling jegal seperti ini tidak elok. Marilah kita isi ruang-ruang Pilkada dengan adu gagasan, bukan aksi jegal-menjegal. Kasihan kandidat dan keluarganya kalau diburuk-burukkan,” katanya. (Red)