Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat penangkapan dan larangan bepergian keluar negeri kepada Sahbirin Noor Gubernur Kalimantan Selatan yang ditetapkan sebagai Tersangka kasus korupsi dugaan suap pada pengadaan barang dan jasa untuk sejumlah proyek pekerjaan di wilayah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Setelah ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK, Sahbirin Noor melakukan upaya pra peradilan ke pengadilan dan tidak diketahui keberadaanya.
“Pada Rabu (6/11), KPK menyampaikan jawaban dalam lanjutan sidang pra-peradilan yang diajukan Pemohon Tersangka SHB, selaku Gubernur Kalimantan Selatan. Yakni terkait dugaan suap pada pengadaan barang dan jasa untuk sejumlah proyek pekerjaan di wilayah Pemprov Kalsel,”jelas Budi Prasetyo Juru Bicara KPK menyampaikan ke media.
Dalam sidang pra peradilan tersebut, KPK menyampaikan, hingga saat persidangan ini berlangsung, Tersangka SHB tidak diketahui keberadaannya, meskipun KPK telah melakukan upaya pencarian ke beberapa lokasi.
SHB juga telah menerima Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP), namun tetap tidak menunjukkan dirinya. Meskipun KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadinya.
“Sampai saat ini SHB tidak dalam status Tahanan, namun SHB selaku Gubernur Kalimantan Selatan tidak melakukan aktivitas sehari-hari di kantor sebagaimana tugas dan tanggungjawabnya,”kata Budi Prasetyo.
Lanjut Budi mengatakan kondisi ini menunjukkan bahwa SHB selaku Tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur, yaitu sejak dilakukan serangkaian tindakan tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Oktober 2024.
“KPK juga telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan dan Larangan Bepergian Ke Luar Negeri a.n. Sahbirin Noor per tanggal 07 Oktober 2024,”ujarnya.
Oleh karena SHB selaku Tersangka yang telah melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya, tidak memiliki kapasitas dan tidak dapat (dilarang) mengajukan permohonan Praperadilan (diskualifikasi in person).
Sehingga permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon SHB harus dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Praperadilan, sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 1/2018.
Dengan demikian, permohonan Praperadilan yang diajukan oleh SHB selaku Tersangka yang melarikan diri, mengandung cacat formil dan sudah sepatutnya Permohonan Praperadilan a quo ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). (tugas)