Baca Jambi – Sebagaimana diketahui Bank Jambi merupakan salah satu bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Undang-Undang No. 5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah (“selanjutnya disebut sebagai “UU PERUSDA”) sebagai cikal bakal lahirnya BUMD di berbagai daerah di Indonesia. UU PERUSDA pada saat ini memuat tentang syarat-syarat pendirian perusda yang ditetapkan dengan suatu peraturan daerah.
Dengan demikian, pendirian dan pengelolaan perusda sangat dipengaruhi oleh kebijakan dari unsur-unsur pemerintah daerah termasuk kepala daerah dan DPRD setempat termasuk dewan pengawas atau anggota komisaris dan anggota direksi badan usaha milik daerah dan peraturan otoritas jasa keuangan NO. 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum dan peraturan otoritas jasa keuangan NO. 54/POJK.03/2016 tentang penerapan tata kelola bagi bank umum.
Di samping itu, dikatakan Direktur Utama Bank Jambi, H. Yunsak El Halcon, sebagai Lembaga Perbankan, BPD juga wajib tunduk dan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) sebagai turunan dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan ( UU OJK ) .
“Sebagaimana diketahui, UU Perusda telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut sebagai “UU Pemda”). Dengan diterbitkannya UU Pemda yang baru, maka ketentuan mengenai Perusahaan Daerah selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut sebagai “PP BUMD”), sehingga setiap Perusahaan Daerah kini memiliki sebutan baru yaitu Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut sebagai “BUMD”). Dari ketentuan Pasal 1 angka 1 PP BUMD diketahui bahwa Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah,” kata El Halcon.
Dipaparkannya, BUMD didirikan dengan tujuan utama untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan Good Corporate Governance (selanjutnya disingkat sebagai “GCG”) atau Tata Kelola Perusahaan Yang Baik dan memperoleh laba atau keuntungan (Pasal 7 PP BUMD).
Kenapa bank butuh modal, tentulah jelas jawabannya selain untuk memperkuat bank, juga sekaligus untuk menunjukkan komitmen pemegang saham dalam membesarkan bank.
Di samping itu untuk melakukan ekspansi bisnis baik dari sisi penyaluran dan penghimpunan dana serta mendukung program digitalisasi layanan perbankan sesuai perkembangan zaman yang pada akhirnya mendukung bisnis jangka panjang bank.
“Saat ini, Bank Jambi sedang berupaya untuk memenuhi modal setor sesuai regulasi yang diamanatkan dalam POJK NO.12/POJK.03/2020 tanggal 16 maret 2020 tentang konsolidasi bank umum pada pasal 8 yang menyebutkan bahwa “bagi bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi modal inti minimum paling sedikit RP 3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) paling lambat tanggal 31 Desember 2024”. Adapun komponen modal inti sendiri terdiri dari modal setor, cadangan-cadangan, laba tahun berjalan,” ungkap El Halcon.
Bank jambi menyusun action plan dalam rangka pemenuhan modal inti tersebut dengan proyeksi komposisi masing-masing di 2024 untuk modal setor sebesar RP1,6 triliun; cadangan Rp1,2 triliun; laba tahun berjalan sebesar Rp352 milyar. Untuk posisi modal inti saat ini sudah mencapai Rp1,7 triliun dengan komposisi masing-masing untuk modal setor sebesar Rp768 milyar; cadangan sebesar Rp720 milyar; laba tahun berjalan sebesar Rp245 milyar. Dari uraian di atas, terlihat bahwa BPD sebagai Lembaga Perbankan Milik Pemerintah Daerah, di samping harus tunduk pada UU Pemda beserta peraturan turunannya, juga wajib tunduk pada UU Perbankan, UU OJK dan POJK sebagai peraturan turunannya dan UUPT. Jika BPD tersebut suatu saat akan menjual sebagian sahamnya kepada publik melalui Bursa Pasar Modal, maka BPD juga wajib tunduk pada UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
“Hingga saat ini bank jambi telah melakukan langkah strategis dalam rangka pemenuhan modal inti tersebut di antaranya dengan melakukan sosialisasi ke pemegang saham, menginisiasi pemegang saham untuk me-review/menyusun ranperda penyertaan modal, melakukan pembahasan dengan lembaga legislatif (DPRD).”
Dengan langkah tersebut, kata El, Bank Jambi tetap optimis mampu mencapai modal inti tersebut. Berikut rincian daftar komposisi kepemilikan modal Bank Jambi Per 31 Desember 2020:
Untuk menjawab berbagai tantangan dinamika industri perbankan termasuk efisiensi dan efektivitas pengaturan serta pengawasan Bank, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan ketahanan, daya saing, dan kontribusi Bank melalui pengaturan mengenai konsolidasi Bank baik peningkatan permodalan maupun akselerasi konsolidasi. Hadirnya Pandemi covid-19 tidak dianggap Bank Jambi sebagai sebuah halangan, namun disikapi sebagai tantangan dan peluang untuk terus tumbuh dan berkembang serta memberikan stimulan positif terhadap perekonomian di Jambi,” tuturnya.
Pada saat ini, Bank Jambi membukukan laba setelah pajak sebesar Rp. 275,813 milyar selama 2020 tumbuh 7,95 persen (yoy), terlepas dari penurunan ekonomi yang sedang berlangsung karena pandemi Covid-19 dan pembatasan-pembatasan terkait pandemi.
El Halcon menyebut, indikator kinerja Bank Jambi cukup cemerlang untuk posisi semester 1 2021 ditandai dengan perolehan laba setelah pajak year on year (yoy) tumbuh 25,39 persen atau sebesar Rp. 168 miliar atau melebihi 32 persen dari target laba Juni Rencana Bisnis 2021.
“Dengan demikian, Bank Jambi siap berkolaborasi untuk berkontribusi nyata bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah dengan bersinergi bersama pemerintah Provinsi Jambi,” terang El Halcon.
(Hms)