Baca Jambi – Dalam rangka percepatan penyelesaian ratusan kasus konflik lahan yang terjadi di Provinsi Jambi, Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto bersama Panitia Khusus (Pansus) Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi melakukan konsultasi ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), baru-baru ini.
Rombongan Wakil Rakyat Jambi ini diterima oleh Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, R.B. Agus Widjayanto, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Irjen Pol. Hary Sudwijanto, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Adat, M. Adli Abdullah, Karo Humas Yulia Jaya dan beberapa pejabat dilingkungan Kementerian ATR/BPN.
Dalam pertemuan tersebut, Edi Purwanto menyampaikan bahwa Pansus Konflik Lahan telah bekerja selama 5 bulan lebih.
Dalam kurun waktu itu, pansus telah menerima ratusan laporan terkait konflik lahan di Provinsi Jambi yang bersumber dari masyarakat, NGO, maupun pemerintah.
“Dari 105 kasus, kami laporkan 25 kasus ke ATR/BPN, kami harap ada formulasi untuk penyelesaian berbagai kasus konflik lahan di Jambi,” papar Edi.
Edi yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jambi ini berharap dengan bantuan data dan solusi dari Kementerian ATR/BPN, Pansus Konflik Lahan Provinsi Jambi akan menghasilkan rekomendasi yang dapat menjadi solusi jangka panjang dan paripurna bagi berbagai persoalan konflik lahan yang terjadi di Indonesia.
“Kita butuh data-data dari BPN. Tapi selama ini kami seperti mengalami kebuntuan. Kita nggak mau permasalahan ini jadi bom waktu, dan hanya memberikan solusi sementara, seperti memberikan gula-gula ke anak-anak,” tegas Edi.
Edi menambahkan, bahwa konflik lahan hanya sebagian dari permasalahan agraria di Provinsi Jambi. Selain konflik lahan, masalah tapal batas juga banyak terjadi di Jambi.
“Awalnya kita kasih nama Pansus Agraria, tapi pasti nggak cukup waktu kerja 6 bulan, jadi kita fokus ke konflik lahan dulu,” jelas Edi menanggapi salahsatu pejabat kementerian yang mengingatkan agar Pansus tidak hanya fokus ke konflik lahan, tapi juga memperhatikan permasalahan tapal batas dan berbagai persoalan agraria lainnya.
Disaat yang sama, Ketua Pansus Konflik Lahan, Wartono Triyan Kusumo, menyatakan bahwa mayoritas penyebab terjadinya konflik lahan, khususnya antara masyarakat dan perusahaan adalah karena izin konsesi yang diberikan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Perusahaan yang dapat izin langsung menggusur masyarakat yang sudah lebih dulu mendiami dan memanfaatkan lahan.
“Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat tidak melihat dulu sebelum memberikan izin atau memang perusahaannya yang nakal,” tanya Wartono.
Menanggapi berbagai informasi, pertanyaan dan kritikan dari Pansus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi. Dirjen Agus Widjayanto menyampaikan bahwa pihaknya dibatasi kewenangan antara kawasan hutan dan areal lainnya.
Menurutnya, kawasan hutan merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Meski demikian, Pak Menteri sangat concern dengan isu-isu konflik pertanahan,” tegas Agus.
Sementara, Staf Khusus Menteri ATR/BPN Hary Sudwijanto menyampaikan bahwa Menteri memerintahkan dirinya untuk membentuk satgas mafia tanah.
“Selama ini kami melakukan komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dengan APH (Alat Penegak Hukum,red),” jelas Hary.
Diakhir pertemuan, Dirjen Agus menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan gelar perkara untuk percepatan penyelesaian kasus pertanahan di Provinsi Jambi yang telah dilaporkan ke Pansus dan Kementerian.
“Komitmen kita, kasus pertanahan harus berkurang. Untuk mencegah konflik ini, pertama kami akan perbaiki internal, kualitas produk dan regulasi kebijakan,” tutupnya. (Nai/Red)