Oleh: Cut Yasmin – Mahasiswi Ilmu Pemerintahan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki lebih dari 17.504 pulau dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 adalah sebanyak 267 .641. 326 jiwa, yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 133.320.256 jiwa (49,79%) dan di daerah perdesaan sebanyak 134.321.070 jiwa (50,21%). Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau Sumatera yang luasnya 25,2% dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3% penduduk, Jawa yang luasnya 6,8% dihuni oleh 57,5% penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5% dihuni oleh 5,8% penduduk, Sulawesi yang luasnya 9,9% dihuni oleh 7,3% penduduk, Maluku yang luasnya 4,1% dihuni oleh 1,1% penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8% dihuni oleh 1,5% penduduk (Badan Pusat Statistik, 2010).
Saat ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010 dari jumlah penduduk usia produktif, kelompok usia yang mendominasi adalah usia 15-39 tahun dengan jumlah sekitar 84,75 juta dari total penduduk Indonesia yang sejumlah 237 .641. 326. Artinya sekitar 35% penduduk Indonesia adalah usia produktif yang merupakan generasi Y, atau disebut dengan generasi millenials yang lahir di antara tahun 1980-2000 atau usia 19-39 tahun pada tahun 2019. Menurut Manheim (1952), generasi adalah suatu konstruksi sosial dimana didalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan pengalaman historis yang sama. Manheim (1952) menjelaskan bahwa individu yang menjadi bagian dari satu generasi, adalah mereka yang memiliki kesamaan tahun lahir dalam rentang waktu 20 tahun dan berada dalam dimensi sosial dan dimensi sejarah yang sama. Definisi tersebut secara spesifik juga dikembangkan oleh Ryder (1965) yang mengatakan bahwa generasi adalah agregat dari sekelompok individu yang mengalami peristiwa-peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Tetapi beberapa tahun terakhir ini definisi generasi telah berkembang salah satunya dari Kupperschmidt’s yang mengatakan bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengidentifikasi kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian-kejadian dalam kehidupan kelompok individu tersebut yang memiliki pengaruh signifikan dalam fase pertumbuhan mereka.
Generasi milenials kalau di bandingkan berbeda dengan generasi sebelumnya, yang mencolok dari perbedaan tersebut dari budaya dan penggunaan teknologi. Kehidupan milenials tidak lepas dari teknologi terutama internet, bisa di bilang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi generasi milenials ini. Di tahun 2019 Indonesia di hadapkan pada tahun politik. Terdapat dua pemilihan umum, yaitu pemilihan umum legislatif, dan pemilihan umum presiden. Pemilihan umum kali ini sedikit berbeda karena pemilu legislatif dan pemilu presiden di laksanakan secara bersama. Untuk meraih kursi legislatif dan juga kursi presiden partisipasi generasi milenial sangat di harapkan melihat jumlahnya di Indonesia saat ini mencapai 35% dari populasi penduduk Indonesia. Jumlah yang mencapai 35% ini kemudian dengan cepat merebut perhatian kalangan politisi untuk berebut mencari perhatian generasi milenial hingga harapan akhirnya generasi ini memilih salah satu dari mereka. Dalam proses partisipasi politik menurut Samuel P Huntington dan Joan M Nelson dalam No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, menyatakan bahwa; “partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang ditujukan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah.
Kalua di lihat kaum milenials ini masih apatis dalam berpartisipasi di politik, sikap ini membuat acuh terhadap sesuatu yang menjadi hambatan bagi orang tersebut. Kurangnya kepedulian terhadap sekitar membuat buruk bagi suatu keadaan.
Trend generasi milenial ikut berpartisipasi dalam kancah politik saat ini bisa di bilang mulai terlihat ke publik terutama ketika hajatan pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden tahun 2019. Banyak anak-anak muda muncul sebagai calon legislatif dan bahkan menjadi juru kampanye (jurkam) dari pasangan calon presiden yang mereka usung. Partai-partai politik pun hampir di semua lini bertransformasi mencitrakan diri sebagai partai yang mengayomi kepentingan kawula muda, mulai dari poster, iklan, baliho hingga jargon-jargon yang mengatasnamakan kaum milenial hampir di setiap sudut menghiasi kampanye mereka. Namun jika di cermati, apa betul kemudian para senior partai-partai ini serius memberikan ruang bagi kaum milenial untuk tampil dan kemudian melakukan transformasi perubahan pola sistem politik sesuai gaya politik millenials saat ini. Di tahun 2019 ini tentu merupakan tahun pembuktian bagi generasi millennial di seluruh wilayah Indonesia, apakah generasi ini hanya akan dijadikan komuditi pendulang suara atau malah juga sebagai actor yang terlibat aktif mewarnai perubahan dan perbaikan system politik di Indonesia.
Dengan masuknya Indonesia di era revolusi industry 4.0 generasi milenial memiliki ruang yang sangat luas di bidang politik, kebutuhan dunia politik dengan dunia teknologi tidak dapat dihindarkan, perubahan karakter serta minat generasi juga terjadi secara signifikan, penggunaan media sosial juga internet tiap tahun selalu mengalami trend peningkatan yang signifikan, yang penggunanya sebagian besar adalah generasi milenial. Tentu momentum ini adalah kesempatan bagi generasi milenial untuk ikut aktif berpartisipasi dalam ranah politik untuk melakukan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik sesuai tingkat kapasitas dan kapabilitasnya masing-masing.
Menurut saya kaum milenials ini cepat tanggap dalam suatu hal walau terkadang cenderung ingin tau itu hanya terlintas dengan waktu yang cepat pula. Tapi tidak menutup kemungkinan kaum milenials ini bisa di bilang sebagai harga/aset penting bangsa ini. Sebagai contoh, pada Pemilu 2019, kita dapat temukan banyak sekali generasi milenial yang berpartisipasi dalam Pemilihan anggota legislatif, dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Di tingkat pusat (DPR RI), di tahun 2019 ada 52 caleg terpilih dari kalangan milenial. Generasi milenials ini aktif bagian masyarakat yang menggunakan internet atau sosial media dalam menanggapi isu isu politik yang beredar.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah generasi milenial mencapai 69,38 juta jiwa atau sekitar 25,87% dari populasi Indonesia. Sementara untuk generasi Z mencapai 74,93 juta jiwa atau sekitar 27,94% dari total penduduk Indonesia. Besarnya jumlah populasi generasi milenial dan generasi Z ini sungguh sangat penting mengingat peran strategis mereka sebagai penerus pembangunan bangsa Indonesia.
“Peran milenial sangat berpengaruh untuk pilkada akan datang. Begitu pula dengan stakeholder pilkada lainnya. Dengan peran bersama ini menentukan kualitas demokrasi dan pemilihan ke depan,” tuturnya di hadapan ratusan peserta yang berasal dari tokoh masyarakat, adat, agama, organisasi kepemudaan, dan undangan lainnya dalam kegiatan Sosialisasi Tatap Muka Kepada Kelompok Masyarakat Persiapan Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, Senin (25/11/2019).
Pandangan ini disampaikan Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Jambi Sutan Adil Hendra (SAH) yang mengatakan bahwa generasi milenial saat ini lebih melek pada politik, hukum, dan media.
“Berbeda dengan tahun-tahun lalu, generasi milenial saat ini cenderung memilih figur, bukan lagi bertumpu pada partai politik,” ujar SAH saat menjadi narasumber dalam diskusi “Peta Politik Jelang Pemilu 2019” di Rumah Aspirasi SAH, Selasa (7/8).
Menurut saya generasi milenials salah satu bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi. Karena itu generasi ini bisa menjadi bagian utama yang akan menentukan kondisi kehidupan berpolitik yang beradab di masa kini dan masa yang akan datang. Dari data yang ada Generasi milenial adalah generasi muda yang berumur antara 17-37 tahun. Mengutip hasil sensus yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020.
“Jumlah generasi milenial secara nasional mencapai 69,38 juta jiwa atau sekitar 25,87 persen dari populasi Indonesia,”
Ketua DPRD Kudus Masan mengimbau bagi masyarakat khususnya generasi milenial untuk selektif memilih calon pemimpin.
“Parameter atau ukuran memilih pemimpin yang ideal adalah bukan dari amplop yang dibagikan, Namun karena visi misi yang diusungnya,” jelasnya.
“Maka generasi milenial harus dapat merubah haluan tersebut menjadi demokrasi yang berkesinambungan,”