Jakarta – Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi telah membacakan hasil Putusan Final mengenai Permohonan Uji Materil Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dengan register Nomor: 28/XXI-PUU/2023 atas Pasal 30 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 39 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 44 ayat (4) dan Ayat (5), dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 yang diajukan oleh Sihalolo & Co.Law Firm selaku kuasa hukum Sdr. M Yasin Djamaludin selaku pemohon, Selasa (16/1/2024).
Adapun Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili permohonan a quo dalam pertimbangan putusan yang dibacakan sebagai berikut :
Konklusi berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum mahkamah berkesimpulan:
– Mahkamah berwenang memeriksa permohonan a quo
– Pemohon mempunyai kedudukan hukum mengajukan uji materiil
– Permohonan Uji Materiil yang diajukan oleh pemohon tidak berdasarkan dan beralasan hukum maka dari itu Majelis
Hakim memutuskan dalam amar putusan MENGADILI : Menolak Permohonan Pemohon untuk Seluruhnya
Kejaksaan RI melalui siaran pers yang disampaikan oleh Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana ke media mengapresiasi atas Putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dalam Uji Konstitusional kewenangan Jaksa melakukan penyidikan khususnya tindak pidana korupsi, sehingga putusan yang telah dibacakan bersifat Final dan Mengikat sejak di ucapkan sehingga terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.
Poin-poin pertimbangan putusan Majelis Hakim Konstitusi untuk sebagian dan seluruhnya telah mengambil alih dalil-dalil yang disampaikan dalam persidangan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang dipimpin oleh Feri Wibisono, S.H., M.H., C.N. beserta tim sebagaimana Surat Kuasa Khusus Nomor : SK-52/A/JA/05/2023 di antaranya yaitu:
1. Kewenangan Penyidikan merupakan open legal policy.
2. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan diperlukan untuk kepentingan penegakan hukum khususnya tindak pidana khusus.
3. Kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik lazim di dunia internasional, khususnya untuk tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia berat.
4. Kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan tidak mengganggu proses check and balance.
“Dalam sidang Uji Materiil Kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan khususnya penyidikan tindak pidana korupsi, tidak lepas dari peran penting Persatuan Jaksa Indonesia (PERSAJA) sebagai Pihak terkait dalam Uji Materiil yang selalu hadir dalam persidangan yaitu diantaranya Dr. Amir Yanto selaku Ketua Umum PERSAJA, Dr. Reda Manthovani (Jaksa Agung Muda Intelijen) dan Dr. Narendra Jatna (Kepala Kejaksaan Tinggi Bali) yang telah memberikan masukan dan strategi dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi, termasuk juga dalam menghadirkan beberapa saksi ahli ketatanegaraan dan ahli pidana dari luar dan dalam negeri,”jelas Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Rabu (17/1/2024). (tugas).