Oleh: Toni Sepriyadi – Praktisi Pendidikan Kota Jambi
Di tengah upaya besar membenahi kualitas pendidikan nasional, kita dihadapkan pada fenomena yang ironis: semakin banyak sekolah kekosongan kepala sekolah. Data di sejumlah daerah, termasuk Kota Jambi, menunjukkan adanya keterlambatan pengisian jabatan kepala sekolah. Padahal, posisi ini merupakan ujung tombak dalam mewujudkan mutu pendidikan di satuan pendidikan.
Mengapa kekosongan ini terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah kekhawatiran calon kepala sekolah terhadap tanggung jawab pengelolaan dan pelaporan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Banyak guru berprestasi yang enggan diangkat menjadi kepala sekolah karena takut tersandung persoalan administrasi dan hukum dalam penggunaan dana BOS.
Akar Masalah: Kepala Sekolah terjebak administrasi, dan turunnya kepercayaan publik
Kepala sekolah sejatinya adalah pemimpin pembelajaran (instructional leader) sosok yang menginspirasi, memotivasi, dan menuntun arah perubahan pendidikan di sekolahnya. Namun realitanya, banyak kepala sekolah terseret ke dalam urusan administratif yang kompleks. Mereka bukan hanya harus memikirkan strategi peningkatan mutu pembelajaran, tetapi juga dituntut untuk mengelola anggaran, membuat laporan keuangan, hingga mempertanggungjawabkan setiap rupiah dana BOS.
Sementara itu, sistem pelaporan yang rumit, peraturan yang sering berubah, serta minimnya pendampingan teknis membuat para kepala sekolah rawan melakukan kesalahan administratif yang sering kali berujung pada tuduhan penyimpangan. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap kepala sekolah menurun. Guru yang seharusnya menjadi sosok panutan dan pemimpin moral malah dicurigai karena urusan teknis dana. Yang pada akhirnya mengarahkan bahwa dunia pendidikan kehilangan arah tujuannya.
Solusi: Pengelolaan Dana BOS oleh Badan Keuangan Terpercaya
Kini saatnya dilakukan revolusi pengelolaan dana BOS. Dana BOS sejatinya ditujukan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, bukan untuk membebani kepala sekolah dengan urusan teknis keuangan. Solusi yang realistis dan perlu segera diwujudkan adalah membentuk Badan Pengelola Keuangan Sekolah (BPKS) di tingkat kota atau provinsi. Badan ini berfungsi sebagai pihak profesional yang bertugas, sebagai berikut :
- Mengelola dalam bentuk uang dan menyalurkan dalam bentuk barang sesuai kebutuhan riil sekolah berdasarkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
- Menjamin transparansi dan akuntabilitas dengan sistem digital yang dapat diaudit secara real
- Menjadi jembatan koordinasi antara sekolah, pemerintah daerah, dan kementerian dalam hal keuangan pendidikan.
- Kepala sekolah tetap berperan dalam menentukan prioritas penggunaan dana sesuai kebutuhan sekolah, namun pelaksana teknis dan pelaporan keuangan dilakukan oleh tim profesional di bawah BPKS.
- Audit dilakukan oleh dua lapisan: tim auditor internal dari pemerintah dan tim auditor eksternal independen, guna memastikan transparansi, mencegah kebocoran dana, dan menumbuhkan kepercayaan publik.
Dampak Positif: Kepala Sekolah Fokus Mendidik
Dengan model ini, kepala sekolah akan terbebas dari beban administratif yang selama ini menyita energi dan waktu. Mereka dapat fokus menjalankan fungsi utama: membangun budaya belajar, meningkatkan kompetensi guru, dan menginspirasi siswa. Lebih dari itu, sistem ini akan mengembalikan marwah kepala sekolah sebagai pendidik sejati. Kepala sekolah bukan lagi dipersepsikan sebagai “bendahara sekolah,” melainkan sebagai “arsitek masa depan pendidikan.”
Sebagai bentuk apresiasi, kepala sekolah yang berhasil membawa kemajuan sekolah dalam aspek mutu pembelajaran, inovasi, dan kepemimpinan dapat diberikan tunjangan khusus kepala sekolah berprestasi. Skema insentif ini akan menjadi motivasi bagi para pemimpin sekolah untuk terus berinovasi tanpa dibayangi kekhawatiran soal dana BOS.
Penutup: Momentum untuk Berbenah
Revolusi pengelolaan dana BOS bukan hanya tentang memperbaiki sistem keuangan, tetapi juga tentang mengembalikan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan. Kita membutuhkan kepala sekolah yang berani, visioner, dan fokus pada peningkatan mutu pembelajaran, bukan kepala sekolah yang takut salah laporan.
Kota Jambi memiliki peluang besar menjadi pelopor perubahan ini. Dengan membentuk badan pengelola keuangan sekolah yang profesional dan transparan, kita bukan hanya memperkuat sistem, tetapi juga menyelamatkan semangat kepemimpinan pendidikan. Saatnya kepala sekolah kembali ke jati dirinya: mendidik, menginspirasi, dan memimpin perubahan.











