Oleh: Naila Fitri Maharani – Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Jambi
Pada tanggal 08 – 10 November 2029 Presiden ke-8 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni Prabowo Subianto melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing Republik Rakyat Tiongkok (China).
Dalam kunjungan tersebut, Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping mendeklarasikan beberapa Joint Statement diantara kedua Negara tersebut.
Salah satu poin dalam Join Statement yang mencuat perhatian yakni, Overlapping claim China dan Indonesia yang berjudul The Two Sides Will Jointly Create More Bright Spots In Mariteme yang menyebutkan bahwa “The two reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims”.
Secara tidak langsung, hal ini berpotensi menimbulkan pertentangan di antara negara-negara ASEAN. Beberapa negara di kawasan ini mungkin mempersoalkan posisi Indonesia dan mempertanyakan tentang Overlapping Claim di Laut Natuna Utara, apakah Joint Statement Overlapping Claim tersebut merujuk persoalan di Laut Natuna Utara, mengingat beberapa negara di ASEAN juga terlibat konflik dengan China akibat klaim sepihak atas Ten-Dash Line (Garis Sepuluh Putus).
Sejak awal, klaim China atas sebagian besar wilayah perairan Laut Natuna Utara, yang dikenal dengan istilah “Nine-Dash Line”, telah memicu ketegangan.
Dalam kebijakannya, Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan anggota ASEAN, dengan tegas menolak klaim tumpang tindih antara China dan Indonesia di wilayah Laut Natuna.
Dengan dasar dan pendirian yang kuat, Pada tahun 2017, Pemerintah Indonesia mengganti nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara sebagai langkah strategis dalam memperkuat pertahanan maritim Indonesia.
Dengan menyertakan dasar Konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nation Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982, yang mengatur batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) diukur sejauh 200 mil laut atau (sekitar 321, 869 km) dari garis pangkal pantai suatu negara, dapat diketahui dengan konkrit, Indonesia adalah sebagai negara yang memiliki wilayah Zona Ekonomi Ekslusif di Laut Natuna utara tersebut.
Berbeda dengan China, mengklaim Laut Natuna Utara secara sepihak, hanya berdasar pada alasan historis tanpa mempertimbangkan ketentuan dalam konvensi hukum laut internasional bahwasanya klaim titik tumpang tindih dengan Ten-dash line tersebut tidak diakui didalam UNCLOS 1982 yang berarti otoritas kedaulatan penuh, tidak sah.
Namun, munculnya Joint Statement terbaru yang secara tidak langsung mencakup pengakuan kedua belah pihak atas wilayah yang saling bertumpang tindih, menurunkan konsistensi Indonesia sebagai negara. Situasi semacam ini dapat melemahkan posisi Indonesia di antara negara-negara ASEAN dan mengurangi pengaruh internasionalnya sebagai negara yang teguh berpegang pada prinsip-prinsip yang kuat.
Adanya Joint Statement negara Indonesia dan negara China mengenai Laut Natuna Utara berkemungkinan mempengaruhi perubahan Dinamika Geopolitik di kawasan Laut Natuna Utara, yang selama ini wilayah kedaulatannya telah dipertahankan dengan tegas oleh Indonesia.
Apabila Joint Statement tersebut direalisasikan, Indonesia tidak hanya berisiko mengalami kerugian besar, tetapi juga dapat diangap melanggar peraturan perundang-undangan nasional dan melanggar kedaulatan negara. Sedangkan, di sisi lain, China dipastikan akan memperoleh keuntungan yang signifikan dari kesepakatan tersebut.
Pemerintah Indonesia harus memberikan penjelasan yang jelas dan transparan terkait isu Joint Statement terbaru ini, karena kedaulatan Indonesia adalah hal yang tidak bisa ditawar, wilayah laut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kedaulatan negara.
Selain itu, dalam menyusun hubungan kerja sama internasional dengan China, negara Indonesia harus memastikan bahwa pernyataan tersebut tidak memberikan ruang pemahaman yang dapat melemahkan klaim kedaulatan Indonesia atas Laut Natuna Utara.
Berdasarkan kebijakan sebelumnya, Indonesia harus tetap konsisten sebagai negara yang tegas mempertahankan wilayah maritimnya, khususnya di wilayah Laut Natuna Utara.