Photo : Prasward Nugraha, Mantan Penyidik Senior KPK dan Ketua IM57+Institute
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) pada hari Kamis (18/12/2025) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di 3 (tiga) tempat diantaranya di Banten, Bekasi dan Kalimatan Selatan serta mengamankan beberapa orang serta barang bukti
Adanya OTT KPK di 3 (tiga) lokasi tersebut dalam satu hari yang sama, tidak luput mendapat perhatian dari mantan penyidik senior KPK dan mantan Ketua IM57+Institute, Prasward Nugroho menanggapi bahwa sebagai tanda kembalinya KPK yang bertaring.
“Kami sampaikan apresiasi dan selamat yang sebesar-besarnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas keberhasilannya melaksanakan berbagai Operasi Tangkap Tangan (OTT), di mana sepanjang tahun ini telah tercatat 11 kali OTT dengan 4 di antaranya terjadi pada bulan Desember,”kata Prasward Nugroho menyampaikan ke media dalam rilisnya, Jumat (19/12/2025).
Lanjut ia, mengatakan intensitas dan konsistensi aksi nyata ini merupakan bukti nyata semangat juang yang terus menyala di tubuh lembaga, tetapi juga menjadi hadiah terbaik dari KPK untuk menyambut peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia (Hakordia) karena bagi rakyat, keadilan sejati terwujud bukan dari janji, melainkan dari aksi nyata dan keberanian tak kenal henti untuk membersihkan bangsa dari korupsi.
Pertama, frekuensi OTT yang tinggi memang menciptakan kesan ofensif dan agresif, yang kerap diasosiasikan dengan “taring” lembaga penegak hukum.
Secara psikologis publik, aksi nyata dan berulang di lapangan dapat memulihkan kepercayaan bahwa lembaga tersebut aktif bekerja. Namun, dalam perspektif penegakan hukum yang substansial, “taring” tidak diukur dari jumlah operasi, melainkan dari kualitas dan keberlanjutan setiap kasus yang ditangani.
“OTT hanyalah tahap pembukaan. Taring yang sesungguhnya adalah ketajaman penyidikan, ketangguhan menghadapi tekanan politik, dan keteguhan menuntaskan semua jalur perkara hingga tuntas di pengadilan dengan pemulihan aset negara yang optimal,”ujarnya.
Kedua, sejarah membuktikan bahwa fase “taring” KPK kerap diuji bukan di saat penangkapan, tetapi di meja penyidikan dan persidangan.
Banyak kasus besar diawali OTT spektakuler, namun kemudian menghadapi tantangan rumit seperti berkas yang dikembalikan, tersangka yang dibebaskan, atau vonis yang tidak sebanding dengan kerugian negara.
Oleh karena itu, kembalinya KPK bertaring baru akan terbukti jika intensitas operasi di lapangan diiringi dengan intensitas keberhasilan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan eksekusi.
Konsistensi inilah yang akan membedakan antara momen euforia dengan transformasi kelembagaan yang sesungguhnya.
Ketiga, KPK yang telah melakukan OTT sebanyak tiga kali dalam sehari pada tanggal 18 Desember 2025 kemarin dapat dibaca sebagai sinyal kuat bahwa lembaga ini sedang dalam proses comeback untuk mengasah kembali taringnya.
“Aksi ofensif dan simultan ini bukan hanya sekadar demonstrasi kapasitas operasional, melainkan sebuah pernyataan politis bahwa KPK kembali mengambil inisiatif dan tidak takut untuk bertindak tegas, meski menyentuh ranah yang selama ini dianggap sensitif,”ucap Prasward.
Namun, momentum comeback ini baru akan bermakna substantif dan mengkristal sebagai bukti bahwa KPK benar-benar bertaring jika keberhasilan OTT ini diikuti dengan proses hukum yang berkelanjutan, yakni proses penyidikan yang mendalam hingga ke akarnya, penuntutan tanpa tebang pilih, serta proses pengadilan yang lurus.
Keempat, intensitas OTT adalah sinyal yang diperlukan namun belum cukup untuk menyatakan KPK telah kembali bertaring. Walau demikian, ini adalah momentum awal yang harus dijaga dan dibuktikan dengan konsistensi pada tahap berikutnya yang lebih berat.
“Kita harus tetap apresiasi setiap aksi nyata yang dilakukan oleh KPK untuk memberantas korupsi. Taring KPK yang sesungguhnya akan terpancar dari ketegasannya menolak intervensi, ketajamannya mengungkap jaringan, dan keadilan hasil akhir yang dirasakan publik,”imbuhnya. (tugas/abi)











