Batam – Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah menyosialisasikan kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal pada penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, Rabu (7/8/2024) di Nagoya Hill Hotel, Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuda Kemendagri Horas Maurits Panjaitan mengatakan, sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional perlu menyelaraskan kebijakan fiskal pusat dan daerah. Upaya ini untuk mencapai berbagai target pembangunan nasional maupun pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas.
“Berkenaan dengan hal tersebut, dalam rangka penguatan sinergi kebijakan fiskal nasional, pemerintah pusat telah menyusun Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal pada Penyusunan KUA-PPAS 2025 sebagai acuan pemerintah daerah. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan tercapainya visi misi Indonesia Emas 2024,” jelas Maurits.
Oleh karena itu, Maurits menekankan agar pemerintah daerah (Pemda) menyinergikan visi, misi, strategi kebijakan fiskal daerah, program, kegiatan, subkegiatan, serta pendanaan dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), arahan presiden, maupun peraturan perundang-undangan.
“RPJMN dan RKP mempertimbangkan berbagai usulan program strategis daerah sesuai mekanisme perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan melalui penyelarasan target kerangka ekonomi makro daerah dan target kinerja program daerah dengan prioritas nasional,” tutur Maurits.
Maurits menjelaskan, APBD perlu disusun secara realistis sehingga kemampuan keuangan daerah dapat terukur secara akurat. Hal ini diharapkan agar kebijakan, program, target, dan belanja sesuai dengan APBD yang sudah ditetapkan.
Dirinya pun menyinggung soal penetapan batas maksimal defisit APBD yang diatur melalui ketentuan menteri. Ini paling lama terbit pada bulan Agustus tahun anggaran berjalan, dengan memperhatikan keadaan maupun perkembangan perekonomian nasional.
Maurits menegaskan, jumlah kumulatif defisit APBD dan defisit APBN tidak melebihi 3 persen dari perkiraan produk domestik bruto tahun anggaran berkenaan.
“Serta jumlah pinjaman pemerintah dan pembiayaan utang daerah tidak melebihi 60 persen dari perkiraan produk domestik bruto tahun anggaran berkenaan,” tegas Maurits.
Maurits berharap, penyelarasan terhadap KEM-PPKF dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional.
“Sinergi kebijakan fiskal didukung dengan penyusunan konsolidasi informasi keuangan Pemda secara nasional sesuai dengan bagan akun standar untuk pemerintah daerah, penyajian informasi keuangan daerah secara nasional dan pemantauan evaluasi pendanaan desentralisasi,” tandas Maurits. (tugas).