Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kembali peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam pencegahan korupsi, khususnya dalam pelaporan gratifikasi dan LHKPN.
APIP dapat ambil peran untuk terus mengingatkan penyelenggara negara (PN) dan ASN di lingkungan kerjanya dalam pelaporan gratifikasi, khususnya menjelang hari raya Idul Fitri ini.
“Hal tersebut merujuk pada edaran KPK dalam SE Nomor 7 tahun 2025 tentang pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya,”kata Budi Prastyo Juru Bicara KPK menyampaikan ke media, Kamis (19/3/2025).
Dalam menjalankan tugas pengawasan, hal ini menjadi mitigasi awal dan pencegahan yang efektif, agar tidak terjadi pelanggaran ke depannya. Mengingat ketentuan dalam Pasal 12B dan Pasal 12C UU Nomor 20 tahun 2001 bahwa apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, wajib melaporkannya kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi.
Pelaporan gratifikasi juga dapat disampaikan melalui Unit Pengelola Gratifiaksi (UPG) di tiap-tiap instansi, yang juga dikelola oleh unit bagian pengawasan/APIP. Oleh karena itu, peran APIP menjadi sangat penting dalam mengawasi kepatuhan pelaporan gratifikasi di lingkungan kerjanya.
Hal ini juga terkonfirmasi dari data pelaporan gratifikasi yang diterima KPK pada periode Januari – Februari 2025, bahwa dari total 689 laporan, 455 laporan diantaranya dilaporkan melalui UPG, atau sebesar 66%.
Demikian halnya dalam kewajiban penyampaian LHKPN tahun pelaporan 2024 oleh para Penyelenggara Negara, APIP juga penting untuk terus mengingatkan para Penyelenggara Negara yang belum menyampaikan, agar segera melaporkannya. Mengingat batas akhir penyampaian LHKPN untuk tahun pelaporan 2024 adalah 31 Maret 2025.
APIP dapat menggunakan kepatuhan pelaporan LHKPN sebagai salah satu instrumen pendukung dalam manajemen SDM di lingkungan kerjanya, misalnya dalam promosi ataupun mutasi pegawai. Sebaliknya, pemberian sanksi administratif bagi yang tidak patuh, terlambat, atau tidak melaporkan harta kekayaannya melalui LHKPN.
Peran aktif APIP ini juga selaras dengan pendampingan kepada pemerintah daerah yang dilakukan oleh koordinasi dan supervisi KPK melalui Monitoring Centre for Prevention (MCP), khususnya pada fokus area penguatan APIP.
Dimana dalam lingkup nasional, pengawasan APIP pemerintah daerah meraih skor 72, dengan cakupan skor pada 4 indikator yaitu: Kapasitas APIP dengan skor 62; Penguatan Kelembagaan 72; Pengendalian dan Pengawasan 74; serta Koordinasi Pencegahan Korupsi 79.
Selain itu, pada MCP fokus area manajemen ASN, kepatuhan pelaporan gratifikasi dan LHKPN juga menjadi poin penilaian. Dimana area ini secara nasional meraih skor 81. Terdiri dari tata Kelola ASN yang mendapatkan skor 84; peningkatan Integritas dan pengawasan 81; serta budaya antikorupsi 80.
KPK terbuka untuk memberikan pendampingan ataupun perbantuan, jika dalam pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaporan gratifikasi maupun LHKPN ini mengalami kendala. (tugas)