Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap 2 (dua) orang tersangka kasus dugaan korupsi PT Amarta Karya Persero Tahun 2018-2020. Dua orang tersebut adalah PSA dan DP, yang merupakan pegawai PT Amarta Karya Persero.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur didampingi Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri ke media mengatakan dalam persidangan Terdakwa Catur Prabowo terungkap adanya keterlibatan aktif dari pihak lain, sehingga menguatkan adanya peran maupun kerjasama yang erat dan berakibat timbulnya kerugian keuangan dalam proyek pengadaan subkontraktor fiktif PT Amarta Karya Persero termasuk keikutsertaan menikmati aliran sejumlah uang.
Atas fakta hukum tersebut, dilakukan pengembangan penyidikan dan pengumpulan alat bukti dengan menetapkan dan mengumumkan sebagai tersangka.
“Untuk Kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan para Tersangka masing-masing 20 hari pertama mulai 26 Mei 2024 sampai dengan 3 Juni 2024 di Rutan Cabang KPK,” kata Asep dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Adapun konstruksi perkara diduga
Dua tersangka PSA dan DP sebagai orang kepercayaan Catur Prabowo yang menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya Persero diperintahkan dan ditugaskan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi dari Catur Prabowo.
Untuk merealisasikan perintah dimaksud, PSA dan DP berkoordinasi dengan Tresna Sutrisna selaku Direktur Keuangan PT Amarta Karya Persero.
Dengan persetujuan Trisna Sutrisna, PSA dan DP kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang akan dijadikan seolah-olah sebagai subkontraktor dari PT Amarta Karya Persero untuk menerima pembayaran kerjasama subkontraktor PT Amarta Karya Persero.
“Dibentuk 3 CV sebagai subkontraktor fitktif dimana sebagai Komisaris dan Direktur adalah keluarga dari PDA dan DP,”jelasnya
Selain itu, pekerjaan yang dicantumkan dalam dokumen pembayaran pekerjaan atas 3 CV tersebut adalah pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan maupun yang tidak pernah dilaksanakan.
Untuk buku rekening bank, kartu ATM bank dan bonggol cek bertandatangan dari 3 CV dimaksud dikuasai dan di pegang DP.
Selain itu didapati fakta, saat dilakukan pemeriksaan dari Satuan Pengawasan Internal PT Amarta Karya Persero, terkait akses data maupun informasi ditutup aksesnya oleh PSA dan DP.
Perbuatan Tersangka PSA dan DP melanggar ketentuan diantaranya sebagai berikut : UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri BUMN PER-05/ MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN dan Prosedur PT Amarta Karya Persero tentang pengadaan barang dan jasa dilingkungan internal PT Amarta Karya Persero.
“Kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sejumlah sekitar Rp46 Miliar. Terdapat aliran uang dari proyek subkontraktor fiktif ini yang dinikmati PSA dan DP, sehingga Tim Penyidik masih akan melakukan penelusuran dan pendalaman,”jelasnya.
Atas perbuatannya Tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK lebih dulu memproses hukum Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna. (tugastri).