Photo : Budi Prasetyo Juru Bicara KPK
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Majelis Hakim akan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Paulus Tannos
tersangka dugaan korupsi e-KTP.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Biro Hukum menghadapi serangkaian sidang praperadilan yang diajukan tersangka Paulus Tannos.
Dimana sampai dengan saat ini, Paulus Tannos masih berstatus dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan berada di luar Indonesia.
“Kami meyakini Hakim praperadilan akan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 yang melarang tersangka berstatus buron mengajukan praperadilan,”kata Budi Prasetyo Juru Bicara KPK menyampaikan kepada, media, Sabtu (29/11/2025) dalam rilisnya
Dalam Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) tersebut tegas menyatakan bahwa tersangka yang melarikan diri atau berstatus DPO tidak dapat mengajukan praperadilan. Jika penasihat hukum atau keluarga tetap mengajukan, maka hakim wajib menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima.
“Putusan tersebut tidak dapat ditempuh upaya hukum apa pun,”ujar Budi Presetyo
Ia menjelaskan aturan ini diterbitkan untuk mencegah adanya pihak-pihak yang menghindar atau melarikan diri, namun tetap mencoba menggugat keabsahan penyidikan.
“Tidak adil jika seseorang menolak hadir, tidak kooperatif, bahkan melarikan diri, namun tetap ingin mempersoalkan keabsahan penetapan tersangka dan tindakan penyidikan oleh KPK melalui praperadilan. Negara tentu tidak memberikan ruang untuk itu,”tegas Budi Prasetyo
Lanjut Budi menyampaikan KPK telah berulang kali memanggil Paulus Tannos dan menempuh seluruh prosedur sebelum menerbitkan status DPO. KPK masih terus fokus untuk membawa Tannos kembali ke Indonesia agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan pengadilan.
“Sehingga sebetulnya yang diperlukan saat ini bukan praperadilan, tapi kehadiran tersangka, agar proses hukumnya dapat berjalan efektif. KPK masih terus berkoordinasi dengan otoritas internasional untuk proses pemulangannya,”ujarnya. (tugas).











