Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan 2 (dua) orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan wilayah Medan Provinsi Sumatera Utara.
“Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan,berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap 2 (dua) orang,””kata Asep Guntur Rahayu Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK menyampaikan ke media dalam rilisnya, Senin (1/12/2025).
Lebih lanjut, Asep Guntur yang didampingi Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan 2 (dua ) orang tersangka yang ditahan, yaitu : Eddy Kurniawan Winarto (EKW) dan Muhlis Hanggani Capah (MHC) selaku ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI (PPK di BalaiTeknik Perkertaapian Medan tahun 2021 s.d. Mei 2024)
“Tersangka ditahan untuk 20 hari pertama sejak tanggal 1 Desember 2025 s.d. 20 Desember 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur,”jelas Asep Guntur.
Adapun konstruksi perkaranya, sebagai berikut:
Terdapat beberapa perbuatan pengkondisian yang dilakukan oleh
Hanggani Capah (MHC) bersama staf yang membantunya terkait paket-paket pekerjaan yang menjadi kewenangannya sebagai PPK, yaitu Pembangunan. Emplasemen dan Bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB), baik dengan berkoordinasi bersama Pokja paket pekerjaan JLKAMB maupun dengan modus kegiatan “asistensi” di beberapa lokasi, baik sebelum atau pada saat proses lelang.
Tersangka Hanggani Capah (MHC) selaku PPK sekaligus perpanjangan tangan dari Sdr. Harno Trimadi (HT) selaku Direktur Prasarana memberikan arahan kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) berupa list/ploting penyedia jasa yang akan dimenangkan saat lelang sebagai atensi.
Pada akhir tahun 2021, sebelum pelaksanaan lelang JLKAMB 1 dan 6, berlokasi di Hotel Kota Bandung, terdapat kegiatan “asistensi” yang dihadiri oleh perwakilan penyedia jasa/ rekanan yang akan dimenangkan untuk seluruh paket JLKAMB, termasuk dari pihak Kemenhub untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan dokumen prakualifikasi yang disiapkan oleh calon penyedia jasa.
Selanjutnya Dion Renato Sugiarto (DRS) memerintahkan stafnya atas nama Wisnu Argo Megantoro (WAM) alias Wisnu (WSN) untuk mengikuti kegiatan pertemuan persiapan lelang paket pekerjaan antara Satker pelaksana BTP Sumatera Bagian Utara yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kota Bandung.
Pihak Satker pelaksana BTP Sumatera Bagian Utara yang diwakili oleh Reza (RZ) dan beberapa orang staf lainnya serta dihadiri oleh pihak rekanan (KSO) antara lain:
1) PT WASKITA KARYA, diwakili Fariz (FRZ) dari bagian Marketing.
2) PT IPA, diwakili Wisnu (W), Hendri Hareza (HH) dan Kevin Suryo (KS).
3) PT. ANTARAKSA tidak mengirim perwakilan.
Pertemuan tersebut membahas tentang dokumen Kualifikasi perusahaan yang akan dimasukkan dalam dalam dokumen Penawaran, Wisnu dan tim mengingat posisi perusahaan adalah member dalam KSO bertugas untuk menyusun Metode Pekerjaan.
Dalam proses penyusunan metode pekerjaan yang menjadi tanggungjawab Wisnu (WSN), PT. Waskita Karya meminta WISNU untuk tetap berkomunikasi, melalui perwakilan yang ditunjuk oleh PT WASKITA KARYA yaitu Afong (AFG).
Dalam proses koordinasi penyusunan dokumen metode pekerjaan, Wisnu (WSN) beberapa kali ketemu Afong (AFG).
Berdasarkan rekapan pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion Renato Sugiarto (DRS) untuk pihak eksternal, termasuk untuk Pokja dan BPK, terdapat pengeluaran sebagai berikut :
1) Untuk kepentingan Hanggani Capah (MHC) sebesar Rp 1,1 miliar yang diberikan padatahun 2022 dan 2023 secara transfer maupun tunai;
2) Untuk kepentingan Eddy Kurniawan Winarto (EKW) sebesar Rp 11,23 miliar yang diberikan pada September- Oktober 2022 secara transfer ke rekening, yang telah ditentukan oleh Eddy Kurniawan Winarto (EKW)
Dion Renato Sugiarto (DRS) maupun rekanan lainnya memiliki alasan memberikan fee kepada Hanggani Capah (MHC), karena khawatir tidak akan menang lelang paket proyek pekerjaan tersebut.
Sementara alasan Dion Renato Sugiarto (DRS) maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada Eddy Kurniawan Winarto (EKW), karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang,pengendalian dan pengawasan kontrak pekerjaan, maupun pemeriksaan keuangan pekerjaan, serta dekat dengan pejabat di Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (tugas)











