Photo : Prasward Nugroho Mantan Penyidik Senior KPK
Jakarta – Dalam sepekan dibulan Nopember 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada kepala daerah berturut-turut .
Operasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Tim KPK pada tanggal 3 Nopember 2025, di Provinsi Riau menangkap dan menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka dan dua orang lainya.
Selang beberapa hari pada tanggal, 7 Nopember 2025, Tim KPK melakukan OTT kembali, kali ini di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur dan menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dan 3 orang lainya sebagai tersangka.
Terkait OTT yang dilakukan KPK tersebut tidak luput mendapat perhatian dari mantan penyidik senior KPK, Prasward Nugroho.
Menanggapi terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka dapat kami sampaikan sebagai berikut:
Pertama, ini adalah kedua kalinya OTT Kepala Daerah dalam minggu ini yang dilakukan oleh KPK. Hal ini menandakan dua isu. Klaim OTT kampungan ternyata tidak terbukti, karena nyatanya masih efektif dalam mengungkap skandal korupsi besar di daerah.
“Siapa yang berani mengatakan bahwa dua korupsi yang diungkap belakangan adalah hal remeh? Pada sisi lain, ini adalah kondisi darurat korupsi daerah yang memerlukan penanganan yang tidak biasa,”kata Prasward Nugroho menyampaikan kepada wartawan, Minggu (9/11/2025) dalam rilisnya.
Lanjut ia menyampaikan ada yang salah dalam pengelolaan alokasi anggaran dan manajemen di daerah sehingga Kepala Daerah terus menjadi pelaku kejahatan. Ini persoalan yang harus diselesaikan secara tuntas.
Kedua, untuk itu, Presiden perlu mengambil langkah radikal untuk membenahi daerah. Presiden harus memerintahkan seluruh pihak untuk stop mengambil keuntungan daerah dan merong-rong Kepala Daerah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan Non-Budgeter.
“Ini adalah akumulasi dari keserakahan pribadi dan tidak hentinya adanya permintaan kepada Kepala Daerah,”ujarnya.
Ketiga, dua korupsi ini terkait “tekanan” terhadap internal pegawai pemerintahan sehingga harusnya menjadi evaluasi dalam sistem tata kelola pemerintahan.
“Jangan sampai adanya kewenangan tanpa batas sehingga membuat Kepala Daerah terus dapat menekan bawahannya. Pola check and balance berjenjang harus diwujudkan yang salah satunya berupa pertanggungjawaban berjenjang dari inspektorat,”tegasnya. (tugas)











