Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 4 (empat) orang sebagai tersangka terkait pengembangan dugaan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ) di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan, Tahun Anggaran 2024-2025.
“Penetapan Tersangka terkait perkara dugaan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ) di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU,”kata Budi Prasetyo Juru Bicara KPK menyampaikan kepada media dalam rilisnya, Selasa (28/10/2025).
Lanjut Budi, menjelaskan berdasarkan kecukupan bukti dan fakta baru dalam pengembangan penyidikan perkara KPK kemudian menerbitkan sprindik baru dan menetapkan 4 orang tersangka.
Adapun 4 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu :
1. Parwanto, Wakil Ketua DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) dari Partai Gerindra,
2.Robi Vitergo, anggota DPRD OKU dari Fraksi PKB
3.Ahmad Thoha alias Anang pihak swasta
4. Mendra SB pihak swasta
Sebelumnya, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), pada Sabtu (15/3/2025) mengamankan delapan orang dan enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, serta ditahan pada Minggu (16/3/2025).
Adapun enam Tersangka yang ditahan, 4 orang penerima suap yaitu Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU; M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU; Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU; dan Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU.
Sedangkan dua orang tersangka pemberi suap adalah dua pihak swasta, yakni M Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada media mengatakan perkara bermula saat pembahasan RAPBD OKU tahun anggaran 2025. Dia mengatakan ada anggota DPRD yang meminta jatah pokok pikiran (pokir) kepada pemerintah. Permintaan tersebut disetujui. Jatah pokir dimaksud diubah menjadi fee atas proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten OKU.
Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan sebesar Rp 40 miliar.
Ketua KPK menjelaskan proyek untuk pokir Ketua dan Wakil ketua DPRD senilai Rp 5 miliar. Sementara, nilai untuk anggota DPRD Rp 1 miliar. Nilai ini kemudian turun menjadi Rp 35 miliar
Setyo mengatakan nilai itu turun karena ada keterbatasan anggaran, namun fee dari proyek-proyek itu tetap disepakati 20 persen bagi anggota DPRD dan 2 persen bagi Dinas PUPR. Sehingga total fee untuk anggota DPRD OKU total sebesar Rp 7 miliar.
“Saat APBD tahun anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Jadi signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi dua kali lipat,” sebutnya.
Setyo mengatakan Nopriansyah yang merupakan Kepala Dinas PUPR OKU menawarkan sembilan proyek kepada Fauzi dan Ahmad selaku pihak swasta dengan komitmen fee sebesar 2 persen untuk dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD. Nopriansyah kemudian mengkondisikan pihak swasta untuk mengerjakan proyek tersebut.
Saat itu Saudara NOP yang merupakan Pejabat Kepala Dinas PUPR menawarkan sembilan proyek tersebut kepada saudara MFZ dan saudara ASS, dengan commitment fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh Ferlan, Fahrudin, dan Umi menagih jatah proyek tersebut ke Nopriansyah. Pada 13 Maret, Fauzi menyerahkan uang kepada Nopriansyah sebesar Rp 2,2 miliar. KPK kemudian melakukan OTT terhadap mereka. (tugas).











